Hari ini tepat tanggal 22 Desember yang juga bertepatan dengan
Hari Ibu sedunia, dimana Hari Ibu di Indonesia berbeda dengan “Mother’s
Day”, Mother’s Day yang diperingati di negara barat lebih
menitikberatkan penghargaan terhadap prestasi domestik kaum perempuan.
Sehingga Hari Ibu diperingati sebagai hari untuk memanjakan ibu/istri
selama sehari penuh. Hal ini boleh-boleh saja dilakukan, namun ada
baiknya seluruh bangsa Indonesia mengetahui makna sesungguhnya Hari Ibu
yang penuh dengan makna perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sejarah ditetapkannya Hari Ibu tidak terlepas dari Kongress Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928. Kaum perempuan Indonesia terpanggil untuk ikut
serta dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pada tanggal 22 Desember 1928 diadakan Kongres Perempuan I di Yogyakarta.
Dari kongres yang pertama ini, tumbuh kesadaran bahwa perjuangan kaum perempuan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.
Untuk mewadahi perjuangan itu, maka dibentuklah sebuah federasi yang
mandiri dengan nama Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang kemudian
berubah nama pada tahun 1929 menjadi Perikatan Perkumpulan Istri
Indonesia (PPII).
Sampai pada tahun 1935 federasi ini sudah menunjukan kiprahnya secara
luas. Diantaranya ikut serta dalam Badan Pemberantasan Buta Huruf dan
Badan Perdagangan Perempuan dan Anak.
Pada jaman itu, memang sering terjadi kawin paksa, buruh diupah
murah, perdagangan perempuan dan masih sedikit sekali perempuan yang
berpendidikan. Dan hal inilah yang menjadi titik berat dalam
memperjuangkan nasib perempuan.
Di tahun yang sama federasi ini menggelar kembali kongres, dan
membuahkan sebuah pernyataan penting bahwa PPII “Mewujudkan Perempuan
Indonesia sebagai Ibu Bangsa”.
Di balik pernyataan ini telah muncul kesadaran mendalam mengenai
kehidupan berbangsa pada perempuan. “Ibu bangsa” mengandung arti bahwa
perempuan bukan hanya punya peran domestik dan sosial, tetapi perempuan
punya peran politik yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi
yang utuh.
Pada tahun 1938 kembali digelar sebuah kongres dan diputuskan tanggal
22 Desember sebagai Hari Ibu dengan moto “Merdeka Melaksanakan Dharma”.
Ada dua hal yang dapat kita simak dari keputusan kongres tersebut.
Yang pertama Hari Ibu dijadikan momentum untuk menyadarkan kembali tanggung jawab perempuan terhadap masyarakat dan keluarga.
Dan yang kedua federasi ini menyerukan kaum perempuan untuk bersatu dalam melawan penjajahan.
Dinamakan hari Ibu dan bukan hari perempuan, karena Ibu berarti sosok yang menumbuhkan dan mendidikan generasi.
Perempuan bukan hanya ibu bagi anak-anaknya tapi ibu bagi bangsanya.
Hal ini sejalan dengan deklarasi politiknya. Hari Ibu di Indonesia
sangat mengagumkan!
Bila kita berpikir sejenak, makna dari Hari Ibu Indonesia sangat
dalam. Jika Mother’s Day ala barat memberikan penghargaan prestasi
domestik, Hari Ibu Indonesia lebih luas dari itu.
Tidak cukup hanya prestasi domestik, tapi yang diserukan adalah
prestasi mendidik generasi! Belajar dari Sejarah Sungguh menakjubkan
menyimak sejarah perjuangan kaum perempuan memperjuangkan kemerdekaan.
Melihat kiprah PPII, kita bisa mengetahui nafas pergerakan ini sejak
awal adalah politik dalam rangka memajukan dan melindungi perempuan dan
memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Dalam memajukan kaum perempuan, PPII
turut memperjuangkan kesetaraan gender.
Mereka memperjuangkan nasib kaum perempuan sebagai kaum yang tertindas, dimana hak-hak asasi perempuan dilecehkan.
Bila pada jaman sekarang kaum perempuan hanya peduli pada dirinya
sendiri, rasa-rasanya sangat naif. Sebab, sekelompok kaum perempuan
Indonesia pada tahun 1935 sudah peduli terhadap nasib kaumnya. Mereka
juga yakin dengan pendidikan dapat merubah nasib kaum perempuan.
Di jaman dulu, ketika pendidikan menjadi hal yang mewah bagi
perempuan, kini kesempatan menimba ilmu terbuka selebar-lebarnya.
Sungguh ironi ketika jalan terbentang luas, perempuan di jaman sekarang,
enggan mengambil kesempatan itu. Kaum perempuan yang bergabung dalam
PPII sudah memiliki pandangan jauh ke depan. Mereka memandang sosok
perempuan tidak hanya dalam ruang lingkup kecil rumah tangganya. Tapi
jauh lebih luas dari itu, mereka memandang perempuan sebagai sosok yang
mampu merubah nasib bangsa.
Itulah yang mendasari semangat Hari Ibu 22 Desember bukan hanya menjadi ibu bagi anak-anaknya tapi menjadi ibu bagi bangsa.
Sungguh besar rasa peduli mereka terhadap perubahan nasib bangsa.
Makna sejati dari perjuangan politik telah dicontohkan PPII: berpikir
untuk kelangsungan masyarakat, bangsa secara luas dan bukan berpikir
hanya untuk diri sendiri.
Gerakan dimulai dari perubahan individu, dengan cara menyadarkan kaum
perempuan akan potensinya yang besar. Agar perempuan sadar, ia harus
terbebas dari tekanan yang menghimpit, dimulailah perjuangan memberantas
penindasan kaum perempuan. Selain itu kaum perempuan juga harus
mendapat pendidikan, pintu wawasan dibuka dengan memberantas buta huruf.
Setelah perbaikan individu, tahap berikutnya adalah perbaikan keluarga,
masyarakat dan negara.
Hal ini tersirat dari semangat mewujudkan perempuan sebagai Ibu
Bangsa. Dari kumpulan sosok-sosok perempuan bisa terbentuk kekuatan
salah satu sayap penentu perubah bangsa. PPII juga telah membuktikan
bahwa mereka adalah kumpulan perempuan yang tidak mudah pasrah dengan
keadaan. Mereka adalah kumpulan perempuan yang berusaha merubah nasib
bangsa.
Perolehan kemerdekaan bangsa Indonesia membuktikan adanya perjuangan
keras untuk merubah nasib. Perubahan itu harus dimulai dari diri kita
sendiri. Tanyakanlah pada diri kita masing-masing apa yang telah kita
perbuat untuk merubah nasib bangsa! Perempuan adalah separuh dari
masyarakat. Bila perempuan tidak berfungsi, maka tidak berfungsi juga
separuh dari masyarakat!
selamat hari ibu--22-desember-2011